Hidup Minimalis Zero Waste Journey

Hal-hal yang bisa disingkirkan untuk hidup Minimalis

15th March 2018 - 6 min read

Buat saya, minimalis bukan tentang berapa banyak atau sedikit hal yang kita miliki. Bukan juga soal memaksakan diri kita untuk let go sesuatu yang berarti untuk kita. Nggak ada yang salah dengan punya barang karena beberapa hal membuat hidup lebih mudah, lebih indah, lebih bahagia, dan lebih nyaman.

Tapi hal yang perlu dimiliki oleh kita adalah kesadaran. Sadar akan prioritas dan sadar saat membuat keputusan untuk menyimpan barang, karena salah-salah bisa jadi kita yang dikuasai oleh barang. Tiba-tiba aja rumah bisa jadi penuh dengan barang-barang yang nggak terpakai dan hal-hal yang nggak punya value ke kehidupan kita. Barang semakin bertambah banyak dan tanpa kita tau kita nggak punya cukup tempat.

Setelah ngobrol-ngobrol sama beberapa temen, ternyata banyak juga yang kepengen simplify hidupnya tapi bingung mulai darimana. Untuk saya, saya ngerasa setiap saya pindah rumah, itu adalah momentum untuk mengurangi volume barang yang dipindahkan. Tapi yang penting, tujuannya sudah diset dari awal bahwa pengurangan barang ini akan dimaintain kedepannya.

Kalau emang nggak ada momentum pindahan, mulailah dari tempat yang paling mudah. Kenali hal-hal yang kita yakin nggak menambah nilai di kehidupan kita. Contohnya: lemari yang berantakan dengan sprei dan handuk yang berbeda-beda warna, kenali sebenernya berapa handuk dan sprei yang bener-bener kita perlukan dan kita gunakan. Utilities ekstra di dapur yang sudah tak tersentuh selama bertahun-tahun, berapa banyak piring dan mangkuk yang benar-benar kita butuhkan? Saya baru nyadar kemarin ini bahwa saya sebenernya nggak perlu punya 3 set (x6) piring dan mangkuk di rumah, akhirnya saya kasih ke temen yang kebetulan memerlukan. Dulu tujuan awalnya adalah jaga-jaga kalau ada tamu, but as a matter of fact seberapa sering ada tamu datang dengan jumlah 3 set perangkat makanan. Pun kalau misalnya bener terjadi kita bisa bekerja sama dengan temen deket atau tamu untuk meminjamkan alat mereka.

Saya ngerasa saat saya punya lebih sedikit barang atau at least barang-barang yang bener-bener berarti buat saya, ada perasaan lega karena saya tau apa yang saya punya dan saya benar-benar menggunakan sesuai fungsinya. Perasaan light atau enteng juga jadi salah satu alesan kenapa saya pengen berhidup minimalis.  Rasanya jauh dari suffocated. Dulu waktu saya kuliah, saya bener-bener kebalikannya, kerjaannya beli baju tiap minggu dan selalu nongkrongin toko-toko. Hidup jadi dipusingkan oleh hal-hal yang sebenernya nggak necessary, mulai dari bingung mau naruh baju dimana, beberes lemari yang akhirnya jadi berantakan lagi, mau pake baju apa dan sebagainya.

Juga dari punya yang seperlunya dan hidup sederhana, saya ngerasa belajar untuk nggak attach terhadap benda..

So, let’s get started dari hal yang paling kecil dan mudah dulu.

Getting started is freeing. Amid an endless sea of stuff, simplfying our lives keeps us from drowning.

Memulai adalah membebaskan. Di tengah lautan yang tak ada habisnya, menyederhanakan hidup kita membuat kita tidak tenggelam.

Saya paham banget bahwa memulai adalah hal yang paling exciting tapi juga yang paling susah dikerjakan, karena tanpa panduan yang jelas memang akan membingungkan. Berikut, sedikit rincian barang-barang yang bisa kita get rid of untuk memulai hidup minimalis:

Barang yang kita nggak tahu kegunaannya

Sadar nggak sih kita tuh suka nyimpenin barang-barang yang aneh-aneh yang kadang kita juga nggak tahu esensinya apa. Kayak tempat koin yang lucu-lucu atau alat elektronik murah. Biasanya beranggapan, suatu hari nanti akan butuh, jadi disimpen aja. Padahal saat kita nggak tahu kapan mau pake atau bahkan ga tau kegunannya apa, chances are nggak bakal kepake juga di bulan-bulan ke depan.

Baju yang bikin kita nggak comfortable dan udah lama nggak dipake

Kalau baju yang kita punya nggak bikin kita ngerasa comfort atau cantik, baju itu nggak akan berubah jadi bagus any other day. Kita nggak bakal lebih tinggi, lebih pendek, lebih gendut atau lebih kurus untuk fit baju yang kita punya. Better to donate this.

Kado yang kita kurang perlu atau kurang suka

Sama kayak yang dibilang Marie Kondo, bagian ini adalah bagian yang paling susah. Kita suka ngerasa jahat karena nggak menghargai effort orang yang kasih barang ke kita. Sedangkan tujuan mereka memberi kado adalah membuat kita happy dan menunjukkan perhatiannya. Tapi kalau kadonya malah berbuat kebalikannya karena jadi makan tempat atau kita nggak butuh, mending dikasih ke orang lain supaya kadonya bisa fulfill its purpose for other people. Dan juga sebenernya esensi dari pemberian kado sudah tersampaikan dengan baik, kita jadi tahu bahwa temen kita sayang sama kita.

Barang yang udah rusak

Kalau barang udah rusak, coba dicek bisa dibenerin atau dijual nggak. Dulu saya sering tuh kalau ada barang rusak bakal saya simpen-simpen aja sampai masanya datang, nunggu-nunggu sampai ada orang lain di deket kita yang perlu. Kalau kaya gini mendingan dijual aja. Nggak cuma membebankan energi pikiran tapi juga bisa dapat ekstra uang saku.

Old magazines

Ini juga nih salah satu biangnya. Rasanya suka sayang aja gitu untuk membuang atau mendonasikan majalah-majalah lama yang sudah kita baca. Kadang pengennya adalah dibaca lagi di masa depan tapi biasanya, berbicara dari pengalaman, saya jaraaaanggg banget baca lagi. Biasanya numpuk ajah yang akhirnya jadi berdebu.

All ini all yang paling menyenangkan saat punya barang secukupnya adalah so easy to move out or travel because you just need to pack up your bag. At the end, I want things that fit me, I don’t want myself that fit things.

Less stuff means I need less space, less cleaning, less maintenance=more time, more money, more freedom

 

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply