Browsing Tag

zero waste indonesia

Zero Waste Journey

Review and how to use menstrual cup (Ruby cup)

4th February 2018 - 7 min read

Kira-kira sekitar 4-5 tahun yang lalu saya pertama kali denger soal menstrual cup. Pertama kali baca dan ngeliat bentuknya, saya sama sekali nggak kebayang gimana benda asing itu bisa ada di dalam vagina. Gimana caranya masukin cup segede gitu?? Apalagi kan belum sepengalaman itu ya dulu haha. Jaman itu, saya hanya sebatas googling dan tahu manfaatnya hanya diseputaran bahwa ini bagus untuk orang-orang yang sering iritasi atau punya alergi dengan pembalut atau orang-orang yang ingin menjauhi dioxin dan serat sintesis yang ada di pembalut konvensional. Jadi pada saat saya mulai jalan ke arah hidup yang lebih sehat, saya menjatuhkan pilihannya ke pembalut yang 100% cotton. Dulu mikirnya sesimpel ‘ngapain susah-susah’. Bayangin konsep tampon aja udah ngeri, apalagi menstrual cup yang bentuknya jauh lebih mengintimidasi.

Tapiiiii, semenjak saya lebih concious ngurangin sampah, menstural cup ini muncul lagi ke kehidupan saya. Banyak sekali review positif di blog-blog zero waste yang saya baca. Nah saya jadi lebih terpanggil untuk belajar lebih lanjut. Memang yaaa, semua-semua itu kembalinya ke diri masing-masing, ‘hidayah’ itu memang bentuknya beda-beda. Mau dulu dipaksa kaya gimana pun saya nggak akan mau pake menstrual cup. Tapi sekarang bedaaaa, karena tujuannya jelas dan selaras dengan visi saya.

Akhirnya, saya mulai cari-cari tahu lagi. Semakin saya cari tahu, semakin yakinlah saya buat nyoba menstrual cup. Dari beberapa merk yang terkenal (diva cup, ruby cup, meluna cup, organic cup, moon cup, etc), saya menjatuhkan pilihan pada Ruby Cup, the little menstrual cup that makes a big difference. Jadi, setiap satu pembelian cup, satu cup akan didonasikan ke anak-anak perempuan di negara-negara berkembang. Karena anak-anak disana nggak punya cukup uang untuk beli pembalut, mereka biasanya memilih untuk nggak ke sekolah karena kawatir dan malu. Jadi Ruby cup mau prevent itu supaya generasi muda perempuan nggak berhenti teredukasi karena masalah-masalah kaya gini. Selain itu Ruby cup juga certified  100% vegan, terbuat dari 0% medical-grade, soft silicone dan free dari toxin (plastic, latex, bleach).

Review and how to use menstrual cup (Ruby cup)

Source: google

Di Eropa sini lumayan kerasa beda dari harga dan pilihan membeli. Harganya sekitar 20-30 euro atau sekitar 300-450 rb, sedangkan di Indonesia bisa mencapai 600 ribu. Memang in general terlihat mahal, tapi coba bandingkan dengan harga pembalut selama 10 tahun. Ekonomis!!!

Pertama coba, jujur aja agak nervous. Sebelum dapet udah deg-degan duluan karena harus mulai pake cupnya. Dan pas udah dipakai, ah jatuh cinta! Ternyata nggak ngganjel sama sekali, malah beberapa menit kemudian saya lupa kalau lagi mens haha saking nggak kerasa pakai apa-apa. Terus, satu lagi, nggak bau!! Penyebab bau itu ternyata karena darah bercampur dengan bahan kimia, keringat, yang akhirnya tempat bersarang bakteri (biang bau nggak sedep).

Review and how to use menstrual cup (Ruby cup)

Source: google (mooncup)

Untuk Ruby cup, bisa dilihat disini.

Dalam sehari, saya mengosongkan cup 2x (siang dan malam). Bisa dipakai 6–12 jam baru perlu dikosongin lagi. Tapi volume menstruasi tiap orang kan beda-beda, jadi lama-lama juga akan terbiasa kapan harus buang dan pakai lagi. Nah ini saya tuliskan positif dan negatifnya, supaya bisa dijadikan bahan pertimbangan.

 Review and how to use menstrual cup (Ruby cup)
Brand apapun itu selalu dapat wadah menyimpan, ini wadah penyimpan dari ruby cup. Simple canvas pocket.

Positif

  1. Nyaman bangetttttttt, karena nggak kerasa pakai apa-apa dan bisa beraktifitas jungkir balik. Jangan takut darahnya akan tumpah kembali ke dalam rahim, karena rahim nggak seterbuka itu untuk menerima sesuatu dari luar.
  2. Non toxin, no bleach and other chemicals. Jadi kemungkinan untuk terkena toxic shock syndrome rendah. Yang pasti nggak bikin daerah vagina sensitif.
  3. Good for environment. Fun fact: per wanita, paling nggak butuh 12 pads atau tampons percycle. In a life time, itu bisa adds up jadi 10000. It’s a good deed for our mother earth that we can do.
  4. Lebih ekonomis, walaupun di awal harganya terlihat mahal. Tapi untuk 10 years, kita nggak perlu beli-beli pembalut lagi  yang jatuhnya jadi lebih irit
  5. It holds more jadi nggak perlu sering-sering buang pakai
  6. Nggak perlu kuatir lupa atau kurang bawa ganti
  7. Nggak bikin bau nggak sedap

Negatif

  1. Konsep memasukkan barang asing ke vagina mengerikan buat saya dan buat banyak orang terutama buat yang nggak atau belum sexually active. Juga saya baca-baca karena banyak yang tanya, pemakain cup ini bisa nge-stretch hymenalias ada kemungkinan bikin selaput dara koyak (walaupun tiap orang beda-beda yah). Jadi, saya nggak suggest ke perempuan-perempuan yang belum menikah.
  2. Butuh waktu untuk terbiasa memakainya. Menurut saya memasukannya cukup mudah, mengeluarkannya yang lumayan tricky.Tapi sih, practice makes perfect dan relakskan sajahh..
  3. Karena saya yang orangnya ngilu ngelihat yang kotor-kotor, saya prefer untuk pakai cup saat saya tahu saya akan ganti di rumah. Pengakuan: saya selalu ganti di kamar mandi i/o toilet supaya bisa langsung bilas secara seksama.
  4. Harus selalu dicuci dengan bersih, gimana-gimana cup ini ada di dalam tubuh kita dan berinteraksi dekat dengan rahim kita. Karena saya belum punya anak, saya hati-hati sekali soal ini. Saat saya yakin saya bisa higienis soal ini, saya akan terus pakai.

Tips

  1. Kalau cup terasa ngganjel dan nggak nyaman, ada kemungkinan ukuran batangnya terlalu panjang. Bisa dicoba untuk potong sedikit bagian ujungnya.
  2. Baca baik-baik instruksinya sebelum memakai (jangan kaya saya yang nggak sabaran)
  3. Di hari-hari pertama mencoba, mungkin masih belum terlalu lihai memakainya. Pakai pantyliners extra untuk berjaga-jaga supaya ada bemper kalau kalau sampai bocor karena salah posisi.
  4. Untuk memilih ukuran ikuti tips dari tiap-tiap merk karena berbeda-beda. Bahkan ada questionnare yang akhirnya menyimpulkan ukuran mana yg cocok untuk kita (saya lupa linknya). Untuk Ruby cup, saya pilih ukuran S karena volume mens saya yang nggak terlalu besar. Bisa dilihat di link ini penjelasannya.

Kalau ada yang mau tanya lebih lanjut karena sekedar penasaran atau memang tertarik nyoba, monggo tanya di komen. Di video berikut adalah unboxing Ruby cup dan hari pertama make. Jangan ditiru ya ke-ignorant-an saya!! HARUS selalu baca instruksi sebelum make, saya terlalu pede karena ngerasa udah banyak liat video tutorial haha. Selalu rebus dan sterilkan cup sebelum dipakai terutama ketika masih baru atau sudah nggak lama dipakai.

 

Zero Waste Journey

Easy substitute for frequent disposable use at home

31st January 2018 - 6 min read

Ngga kerasa sudah tiba di penghujung bulan Januari dan sudah hampir sebulan semenjak saya secara sadar memutuskan untuk mengurangi sampah. Walaupun masih jauh dari sempurna, tapi saya ngerasa lumayan banyak perubahan dari cara pikir saya sehari-sehari. Di minggu pertama saya browsing dan cek-cek toko online (salah satunya aliexpress) untuk mencari substitusi barang-barang yang biasa digunakan secara disposable. Khususnya untuk di dapur! Dan barang-barang ini adalah hal-hal standar yang banyak orang pakai sehari-hari.

Walaupun begitu, ada satu hal yang sampai saat ini belum berhasil saya pecahkan yaitu pengganti plastik untuk tempat sampah. Bakal lama si pindahnya sampai bener-bener ada substitusi yang cocok. Huhu. Boleh dong kalau ada ide… Tempat sampah yang punya kemampuan kompos harganya masih sangat mahal jadi untuk saat ini bukan pilihan dulu. Mudah-mudahan ada cara yang lebih affordable in the future. Tapi ngga apa-apa, let’s start out with this, with what we can.. things that we always use nearly everyday. Mulai dari yang kecil…

Awal minggu ini beberapa barang yang saya beli baru sampai dan pengen bahas disini sekalian juga share bahwa sebenernya ada cara lain untuk dipraktekan 🙂 Selamat membaca dan mencoba!!

  1. Tisu dan tisu dapur

    Saya ini termasuk orang yang super meleran, sering bersin, jadi di rumah saya selalu ada tissue halus untuk muka. Nah ini bisa diganti dengan handkerchief atau sapu tangan dan kalau memungkinkan cari yang bahan dasarnya cotton. Cotton ini seratnya lebih halus dan punya daya serap yang baik. Tipsnya supaya reachable adalah saya isi ulang kotak tisu saya dengan sapu tangan. Dengan sapu tangan sebagai pengganti, saya ngerasa otomatis pemakaiannya jadi lebih hati-hati. Biasanya kalau tisu sekali pakai buang, sekali pakai buang, nah dengan sapu tangan saya bisa berkali-kali pakai dalam sehari sebelum diistirahatkan di tempat sampah sementara (tempat sampah kering) untuk kemudian dicuci. Fotonya ada di paling atas, di foto kebetulan bukan sapu tangan melainkan handuk kecil. Dan setelah coba, saya lebih prefer sapu tangan…. Handuk kecil saya gunakan sebagain pengganti kitchen paper (tissue dapur).

  2. Baking Paper atau alumunium foil

    Baking paper atau kadang disebut parchment paper ini biasanya juga disposable atau sekali pakai buang. Walaupun terbuat dari kertas dan bisa dengan mudah didaur ulang, tapi untuk membuat kertas ini perlu melewati banyak steps (yang salah satunya melibatkan pohon). Dengan lebih mindful menggunakan kertas kita bisa mengurangi penggunaan energi, air, juga mengurangi limbah. Saya suka banget baking dan saya ngerasa sedih dan sayang kalau ngebuang buang baking paper atau bahkan kadang juga alumunium foil. Substitusi untuk ini adalah reusable baking paperCari yang aman dan nggak mengandung any adhesive coating. So far so good yang saya beli, bisa didapat disini. Setelah beberapa kali pakai akan terlihat worn out (lecek dan warnanya berubah), tapi ini masih aman dipakai. Katanya sih ini bisa dipakai sekitar 2-3 tahun. Bonusnya sekalian berhemat 🙂 Easy substitute for frequent plastic use at home

  3. Plastik sealed

    Dulu saya selalu nyimpan apa aja di plastik yang atasnya ada perekat di atasnya. Plastik ini bisa digunakan kembali saat isinya adalah sesuatu yang kering, tapi saat nggak, harus langsung dibuang karena rawan simpan bakteri mau dicuci gimanapun. Sekarang saya sudah nggak pernah pakai ini, dan diganti dengan container plastik atau gelas. Downside-nya adalah saat kita ada di tempat orang dan harus membawa pulang sesuatu sedangkan kita lagi nggak bawa container apa-apa, jadi harus nolak atau pinjam-meminjam container huhu yang rasanya jadi seperti hutang. Anyway, sampai saat ini masih managable sih. Dengan nggak memprakktekkan ini di rumah udah sangat mengurangi plastik yang nggak necessary. Substitute satu lagi adalah plastik sealed yang terbuat dari silikon seperti ini, for your information. Kalau saya tetep lebih prefer container, karena rasanya lebih punya freedom untuk mencuci .

  4. Alumunium foil atau plastik penutup makanan

    Kalau ini biasanya dipakai untuk menyimpan bahan makanan atau makanan sisa. Baru-baru ini saya nemu substitusinya yang bisa dibeli di aliexpress yaitu tutup yang terbuat dari silikon. Dan tutup ini bisa berfungsi sebagai penutup yang lumayan ketat karena dia nempel ke any surface termasuk plastik atau keramik. Kira-kira penampakannya seperti foto di bawah.. Saya happy banget dengan ini terutama kalau saya pengen simpan makanan di kulkas, nggak perlu repot-repot masukkan ke container. Time saving!  Selain ini, ada juga wrap yang terbuat dari beeswax untuk membungkus sayur atau buah yang sudah kepotong. Sayangnya harganya masih mahal. Tapi nggak apa-apa juga karena barang-barang ini merupakan salah satu bentuk investasi hehe.Easy substitute for frequent plastic use at home Easy substitute for frequent plastic use at home

  5. Kemasan botol plastik

    Memang sih saat kepepet, sangat perlu dan nggak ada pilihan lain, kita kudu dihadapkan dengan pilihan kemasan. Saat itu terjadi, selalu pilih kemasan yang terbuat dari box atau cardboard daripada yang jelas-jelas terbuat dari botol plastik.

  6.  Telenan plastik

    Telenan atau papan kayu adalah pilihan bagus untuk mengganti ini. Kayu jauh lebih baik dan sehat, cara membersihkannya pun mudah (gosok dengan irisan lemon). Kadang saat telenan plastik digunakan untuk memotong sesuatu yang raw bakterinya susah dibersihkan dan kadang mengeluarkan toxic yang kita nggak ketahui saat dicuci dengan air panas.

Begitulah kira-kira. Yuk dicoba yukkk! Dimulai dari yang paling gampang dan memungkinkan dulu!! Semangattttt!! Tiap hari saya mikirnya ini adalah sebuah challenge yang somehow harus dipecahkan. How interesting life is 🙂  Please share juga kalau ada ide-ide lain yang saya bisa terapkan untuk hal-hal basic kaya gini di dapur.

 

Hidup Minimalis Self growth Zero Waste Journey

Belanja grocery menuju ‘zero waste’

6th January 2018 - 4 min read

Sampah harian yang paling besar asalnya dari rumah tangga alias dapur. Karena itu, untuk mengurangi sampah rumah tangga, sebisa mungkin kurangin jumlah sampah yang berasal dari belanjaan. Dari sinilah pentingnya daftar belanja karena selain untuk menghindari belanja yang nggak perlu, dengan daftar belanja kita bisa siapin kemasan atau kantong dari rumah.

Biasanya saya belanja mingguan setiap hari Sabtu. Bedanya hari ini saya kembali lagi ke Pasar setelah sekian lama. Usahakan memang sebisa mungkin memilih pasar sebagai pengganti pergi ke supermaket. Kalau bisa ke Farmer market/ Pasar Petani, hanya aja belum ada regular farmer market di daerah rumah saya. Ini bakalan lebih effort sih karena Supermarket dan toko-toko lain hanya sejengkal dari rumah saya sedangkan ke pasar perlu waktu sedikit lebih lama (5 menit naik sepeda). Jadi tadi akhirnya saya ke beberapa tempat yang berbeda, ke pasar, ke supermarket dan toko turki. Mungkin minggu-minggu selanjutnya saya akan stick dengan toko turki dan supermarket. Kalau memang mau ke Pasar akan sekalian ke Farmer market.

Inilah tips-tips yang nggak terlalu ekstrim yang juga bisa digunakan untuk memulai belanja  dengan ‘zero waste‘:

1. Bawa +- 2 tas kain besar

Untuk barang-barang besar seperti sayur dan buah bisa langsung masuk ke tas kain besar.

2. Bawa +- 3 tas kain kecil-kecil

Tas kain kecil-kecil ini fungsinya untuk memuat belanjaan yang loose seperti kacang-kacangan, bawang-bawangan atau buah yang kecil-kecil tapi kering (anggur, jeruk mandarin, leci, dsb). Dalam hal ini buah yang gampang berair kayak berries memang agak tricky. Kalau belinya sudah harus pak-pak-an kita jadi nggak punya pilihan lain, tapi kalau dijual loose bisa pakai container dari rumah (liat di poin berikutnya).

3. Bawa lap rumah (cloth atau napkin) yang bersih

Fungsinya untuk meng-cover roti, kacang-kacangan atau belanjaan kecil kering yang butuh untuk dipisahkan

4. Bawa container gelas atau plastik high quality

Ini fungsinya untuk menaruh jajanan-jajanan atau barang-barang basah yang kita beli. Bisa sebagai pengganti tas-tas kecil atau napkin. Nah kekurangannya adalah container ini terbuat dari gelas yang cenderung menambah ekstra berat dari belanjaan kita. Kalau nggak salah jaman sekarang di Indonesia ada brand yang ngasih jaminan wadah plastik seumur hidup, jadi mereka menerima wadah yang sudah rusak dan menukarnya dengan yang baru. Wadah yang rusak akan didaur ulang menjadi wadah baru. Salah satu contoh yang saya tahu adalah twin tulipware. Nggak tahu sekarang masih atau enggak, bisa dicek di web mereka.

5. Bawa tas plastik bekas yang ada di rumah

Karena saya masih super duper pemula jadi saya masih punya simpanan plastik-plastik di rumah. Dan memang masih suka lupa untuk menghentikan penjual-penjual untuk nggak secara otomatis ngepakin dengan plastik. Biasanya plastik ini dibawa untuk mewadahi daging, ayam, ikan atau belanjaan yang basah.

Belanja kali ini masih jauh dari sempurna. Tapi yang jelas saat saya bikin ‘decision‘ untuk menuju ‘zero waste‘ saya jadi lebih mindful belanjanya. Untungnya di Belanda proses recycle gelas dan karton/kertasnya bagus. Jadi walaupun sebisa mungkin menghindari, kalau masih kebeli pun lega juga karena tau akan direcycle dengan baik.

Pada awalnya memang terasa lebih merepotkan. Contohnya untuk nggak keduluan penjual ngepakin di plastik. Perlu kelihaian untuk cepat tanggap dan menyodorkan wadah kita. Mungkin juga cara menimbang yang aneh ini membuat penjual agak malas melayani karena menyita waktunya. Juga kasir yang ngeliriki karena mereka nimbangnya jadi ribet. Salah satu caranya kalau di pasar lihat-lihat dan pilih penjual yang sedang tidak melayani banyak pembeli.

Selamat belanja!