Life Self growth Thoughts

Alasan mengapa saya travelling?

4th September 2016 - 5 min read

Post saya ini terinspirasi dari halaman Backpacker Dunia di facebook. Seneng dan bangga rasanya ada kumpulan orang-orang yang memotivasi dan termotivasi untuk melihat dunia luar. Memotivasi untuk orang-orang yang sudah punya cukup uang dan waktu untuk disisihkan dan termotivasi bagi yang belum dan sedang menabung  untuk selalu semangat mencapai tempat yang ingin dituju. Bapak saya bilang bahwa cara berpikirnya banyak sekali dirubah dengan kenyataan bahwa dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri selama  beberapa tahun. Jadilah, menjadi salah satu mimpinya untuk menyekolahkan anaknya diluar negeri. Yang alhamdulillah diberi jalan. Saya ini termasuk yang beruntung bisa membangun karakter saya diluar negeri sehingga saya tumbuh menjadi orang yang berpikiran terbuka dan menghargai perbedaan. Walaupun begitu, jika saya hanya berhenti disini dan tidak kemana-kemana, tidak akan cukup banyak saya belajar.

Semakin kesini, memang benar orang-orang indonesia semakin aware dengan travelling. Tapi sayangnya travelling masih sekedar dipandang sebagai perjalanan menuju tempat tujuan wisata dan sarana untuk bilang ‘oh saya sudah pernah kesana’. Foto selfie di depan lenmarc, jalan-jalan ke tempat yang mainstream, tinggal di hotel, pakai agen, pindah sana sini, jepret lagi, lalu pulang, selesai. Padahal sebenarnya pertanyaan untuk traveller adalah siapa yang kamu temui, dan bagaimana pengalaman itu merubah kamu sebagai individual.

Saya pernah ke negara yang bikin saya iri karena kelebihannya, kemakmurannya, sistem pendidikannya, sistem publik transportasi dan kesehatannya. Soal kekayaan, Indonesia nggak kurang-kurang dengan sumber daya alam yang dimiliki, tapi kenapa susah sekali menjadi makmur? kenapa sistem pendidikan nggak bener? banyak korupsi, dan sebagainya. Hal-hal seperti itu membuat  saya berkaca dan semakin semangat memperbaiki diri (karena memperbaiki negara dalam satu kedipan mata hampir nggak mungkin). Bayangkan jika semakin banyak orang travelling yang mengedepankan pembelajaran dan pengalaman, mungkin Indonesia akan menjadi berkembang dengan mengadopsi cara berpikir yang lebih maju.

Di sisi lain, saya juga merasakan gimana orang-orang Eropa sangat individualistik dan cenderung tidak peduli dengan sekitar. Juga gimana nggak gampangnya cari makanan karena jam-jam buka tertentu dan tidak adanya warung-warung kecil sembarangan di jalan. Gimana sepinya jalanan setelah jam 6 karena semua toko tutup. Disitu saya bersyukur banget jadi orang Indonesia.

Saat saya ke Andalusia, saya menemukan banyak sekali kekayaan di era islam beratus-ratus tahun lalu yang sengaja disembunyikan. Saya melihat agama saya kembali dari perspektif yang lain, bahwa islam bukan hanya melambangkan kekerasan dan ketradisionalan, tapi juga intelektualitas. Saya melihat secara langsung bagaimana buku-buku bertuliskan bahasa arab disimpan di dalam dinding karena agama islam harus dimusnahkan. Saya jadi punya cerita untuk teman-teman bule saya yang tidak tahu menahu akan hal ini. Saya bisa bilang bahwa saya menyaksikannya sendiri.

Travelling bener-bener ngajarin banyak hal-hal yang dulu tidak diajarkan di sekolah. Saat traveling saya belajar kemampuan kendali emosi, belajar mengapresiasi dan toleransi. The world is the true university, and when we’re travelling, we are learning. Saya jadi tahu bahwa humanity itu lebih ada dari yang kita pikir. Banyak sekali orang-orang baik di luar sana yang tulus ikhlas membantu tanpa berharap apa-apa. Saat saya di Lisbon, publik transportasi yang kami biasa pakai sedang strike tanpa kami tahu. Saya bingung setengah mati, tapi ada 1 orang yang baik hatinya yang mau menunjukkan bahkan mengantarkan ke tempat dimana kami bisa menemukan transportasi pengganti. Di Turki juga begitu, walaupun orang-orangnya tidak terlalu fasih berbahasa inggris, namun mereka berusaha keras untuk membantu bahkan nggak segan-segan mengantar ke tempat yang kami ingin tuju.

Travelling membuat saya lebih menghargai arti kata ‘rumah’ yang sebeneranya.

Travelling mengajarkan kita untuk menerima diri kita apa adanya dan untuk menemukan jati diri.

Travelling adalah pembuka mata, setiap perjalanan yang dilakukan ialah sebuah proses dan kesempatan unik untuk membuka mata selebar-lebarnya terhadap dunia serta kehidupan disekeliling saya. Saya belajar hal-hal kecil dari bagaimana sebuah kultur sehari-hari dari negara atau tempat yang berbeda. Hal ini mengajarkan saya dalam membangun opini pribadi, memberikan perspektif baru dan menjadikan saya tidak mudah percaya terhadap berita-berita yang media tampilkan.

Maka jika ada kesempatan, travelling-lah dan kembali dengan pelajaran-pelajaran berharga yang membuat kamu selalu ingin memperbaiki diri. Jika tidak ada kesempatan, bersabarlah dan terus mencari 🙂

 

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply