Haji dari Belanda Hidup di Belanda

Perbedaan Haji dari Indonesia dan Belanda

9th September 2018 - 8 min read

Salah satu yang menjadi hal yang menarik untuk dibahas di seri Haji di Belanda adalah mengenai perbedaan haji dari Indonesia dan Belanda dari sisi teknis, logistik dan practicality. Mudah-mudahan bisa menjadi bahan pertimbangan bahkan lebih baik kalau bisa menyiapkan haji dengan lebih matang lagi. Ohiya, kami berangkat bersama Diwan Travel sebuah travel dari Tilburg yang dimiliki oleh orang Maroko. Kuota kami orang Indonesia ikut ke kuota mereka. Mereka ini sudah berpengalaman dalam bidang travel, khususnya umrah dan haji.

Berikut adalah beberapa perbedaan Haji dari Indonesia dan dari Belanda. Semoga ada manfaatnya:

1. Waktu menunggu

Seperti yang sudah sedikit dijelaskan di post sebelumnya , umumnya di Belanda hampir tidak ada waktu menunggu. Setiap negara memang mendapat kuota dari pemerintah Arab Saudi. Saya nggak tahu pastinya berapa, tapi yang jelas di Belanda supply lebih banyak dari demand dikarenakan penduduk Belanda yang mayoritas bukan muslim. Di tahun-tahun lalu termasuk tahun saya 2018, mendaftar 3-5 bulan sebelum keberangkatan pun masih mungkin.

Hanya saja, itu jangan dijadikan alasan untuk menunda-nunda karena semakin tahun semakin banyak peminatnya. Tahun 2016 peminat Indonesia di Travel tempat kami mendaftar ada 35 orang, tahun 2017 ada 50-60an orang, tahun 2018 ini ada 80-an orang. Semakin tahun banyak teman-teman dari LPDP yang datang ke Belanda dan kesempatan untuk berhaji mumpung tidak harus menunggu. Juga semakin banyak orang-orang Indonesia yang tinggal di Belanda yang ingin berhaji. Jadi kalau sudah matang, pilih-pilih travel, kemudian daftarlah..

2. Manasik

Di Belanda, manasik terjadi 2-3 bulan sebelum keberangkatan dengan pertemuan satu kali tiap minggunya. Di dalam manasik akan dijelaskan teori-teori juga dibagikan materi-materi, plus dengan sesi tanya jawab. Durasi sekali pertemuan sekitar 2 atau 2.5 jam. Dari cerita yang saya dengar, manasik di Indonesia sangat intens dan mendetail, lengkap dengan latihan praktek dan terjadi 6 bulan sebelum keberangkatan. Di Belanda, manasiknya cukup simpel, malah cenderung mandiri. Materi dibagikan melalui PDF, terserah kita mau diprint atau tidak. Ada 2 buku doa yang dibagikan, tapi itu saja. Lainnya adalah pilihan kita mau diapakan materinya. Ada yang dengan kreatif dipotong-potong bagian ritual dan doanya dan dilaminating kemudian bisa dikalungkan. Ada yang dijilid.. Macam-macam. Tergantung inisiatif dari kita sendiri..

Manasik di Belanda dipimpin oleh 1-2 Ustadz yang nantinya akan menemani ke tanah suci. Ustadz itulah yang bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan itinerary, informasi dan memimpin ibadah. Semua komunikasi dilakukan melalui whatsapp.

3. Perlengkapan

Bisa dibilang di Indonesia hampir semuanya seragam, from head to toe. Dari mulai jilbab, mukena, baju, celana, baju ihrom, spray muka, botol minum sampai juga koper. Perlengkapan-perlengkapan itu sudah termasuk dari harga yang dibayar. Dipikir-pikir memang untuk di Indonesia sebaiknya begitu karena kalau tidak perbedaannya akan terlalu mencolok. Juga saya benar-benar nggak kebayang kalau contohnya bapak-bapak ibu-ibu tua itu harus riset mencari tahu sepatu apa yang nyaman dipakai atau harus mencari barang satu-satu seperti kita yang muda-muda ini. Menurut kami saja itu sudah lumayan ribet 🙂 ribet-ribet excited asik gitu rasanya.

Melalui Diwan Travel, yang kami dapatkan adalah sebagai berikut, yang tidak dicantumkan harus dibeli sendiri

  • Name tag
  • Luggage tag
  • Buku doa dan tauhid
  • Drawstring bag

Tapi bagusnya kalau naik Turkish Airlines, semuanya akan mendapatkan ‘Hajj Package‘ berupa tas kecil yang juga bisa menjadi sling bag selama disana. Sangat membantu! Berikut yang didapat:

  • Sling bag
  • Kantong untuk batu jumrah
  • Sajadah tipis lipat
  • Kaos kaki dengan grip di bawah
  • Counter
  • Drawstring bag
  • Fenny pack
  • Non perfume soap travel size

4. Biaya dan fasilitas

Biaya pada tahun 2018 adalah 4900 euro atau sekitar 85 juta dengan fasilitas yang menyerupai ONH Plus di Indonesia tapi seperti yang sudah dibilang diatas tidak termasuk perlengkapan lain-lain.
Dari biaya tersebut berikut yang termasuk:

  1. Tiket pesawat PP dengan Turkish Airlines
  2. Hotel di Madinah (Sajja Hotel, incl breakfast+dinner buffet)
  3. Tur Museum Quran di Nabawwi, Jabal Uhud dan Masjid Quba
  4. Transportasi bus Madinah – Mekkah
  5. Apartemen di Aziziya (no food. Saat disana kita disedekahi makanan dari orang kaya di Arab tapi nggak setiap hari. Lebih baik plan untuk bawa makanan sendiri)
  6. Tenda di Mina dengan AC dan sofabed (incl breakfast+lunch+dinner paketan)
  7. Bus dari Mina ke Arafah
  8. Tenda di Arafah dengan AC dan sleeping bag yang bisa dibawa ke Muzdalifah
  9. Bus dari Arafah – Muzdalifah
  10. Bus dari Apartemen Aziziya – Hotel Swiss Al-Maqam Mekah
  11. Hotel di Mekah (Swiss Al-Maqam, di salah satu gedung zam-zam tower dekat Masjidil Haram)
  12. Bus dari Mekah – Jeddah Airport
  13. Air zam-zam 5 liter per orang

5. Wisata

Setau saya kalau di Indonesia banyak ziarah-ziarah dan wisata yang dikoordinir. Untuk Haji dari Belanda hampir tidak ada, hanya yang sudah disebutkan di atas, Museum Quran, Jabal Uhud dan Masjid Quba. Selain itu harus mengkoordinasi sendiri dengan naik Taxi. Mungkin bisa minta salah satu ustadz di group yang menemani.

6. Pusat Kesehatan

Untuk Jamaah dari Eropa, pusat kesehatannya jadi satu dengan yang pemerintah Saudi tetapkan. Untuk Indonesia, kesehatan adalah salah satu hal yang paling diperhatikan. Ada TKHI (Tim Kesehatan Haji Indonesia) yaitu tim kesehatan yang dibawa langsung dari Indonesia untuk menggiring jamaah haji. TKHI ini ada 4-5 per kloternya yang terdiri dari Perawat dan Dokter. Keadaan ini sangat dimaklumi karena banyaknya jamaah haji dari Indonesia yang berangkat dengan kondisi dan juga diumur-umur yang sudah tua. Kemudian ada titik-titik dimana klinik kecil dibuat khusus untuk jamaah-jamaah haji Indonesia. Untuk Belanda kalau sakit ya ke klinik yang ada yang disiapkan pemerintah. Tapi ada kok, jangan cemas 🙂

7. Rangkaian Ibadah

Kurang lebihnya sama. Mungkin ada perbedaan-perbedaan sedikit yang tidak mendasar sebagai berikut. Tapi bisa jadi setiap travel punya kebijakannya masing-masing ya.

  • Mabit di Muzdalifah:  Kebanyakan jamaah Indonesia sudah mulai bergerak dari dini hari. Kami bergerak setelah matahari tergelincir untuk ke mina.
  • Nafar Awwal (meninggalkan mina pada 12 dzulhijah) dan Nafar Tsani (meninggalkan mina pada 13 dzulhijah): Sudah menjadi lumrah saat jamaah indonesia by default mengambil nafar awwal. Nafar Tsani adalah sunnah jadi tidak wajib memang untuk dilakukan. Diwan travel memberi kebebesan karena pasti ada dari jamaah yang sakit, tua, membawa anak, dll
  • Hari Tarwiyah (8 Dzulhijah): Sunnahnya mabit di Mina tapi kebanyakan kloter Indonesia (reguler) tidak melakukannya.

8. Koordinasi di Lapangan

Ada beberapa ustadz lokal (orang Indonesia) yang membantu pada saat beribadah. Tapi hanya sekedar membimbing dan memberi tahu, tapi tidak didikte doa. Jadi bisa dibilang harus mandiri.. Doa-doa harus dipersiapkan sendiri.

9. Agen travel

Di Indonesia ada reguler dan private travel agency. Di Belanda semuanya private travel agency. Pemerintah di Belanda tidak terlalu involve dibandingkan pemerintah Indonesia di persoalan Haji. Karena jumlah jamaahnya yang tidak terlalu banyak. But all in all, everything is fine!

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply